gojek
Kontroversi GO-JEK dengan ojek pangkalan terjadi karena adanya perbedaan logika. Ojek pangkalan memegang teguh logika "sopan-santun". Di dalam pangkalan ojek ada banyak norma-norma sosial yang harus dipatuhi, seperti harus antre ketika akan mengambil penumpang dan tidak diperbolehkan mengambil penumpang di wilayah yang bukan area-nya. Sementara itu, logika GO-JEK adalah logika korporasi yang semua harus serba teratur dan pasti, baik dari segi harga, pelayanan, dan asuransi. Ketika driver GO-JEK datang mengambil penumpang tanpa antre dan tanpa mematuhi batas-batas wilayah, ojek pangkalan menganggapnya sebagai tindakan yang tidak mematuhi norma sosial pangkalan. Hal ini yang menyebabkan keduanya seringkali berkonflik.

Selain tidak menggunakan nama merek nya seperti yang dilakukan Uber atau Grab, GO-JEK juga lebih memilih menggandeng tim lokal untuk menjalankan layanannya di luar negeri dan memberi kekuatan penuh untuk menetapkan kebijakan sesuai dengan karakteristik masing-masing negara.[46] Namun, mereka tetap mendapatkan dukungan teknologi, pengetahuan operasional, dan tentu saja pendanaan dari Go-Jek. Sementara itu, kedua perusahaan tersebut berperan memberikan pengetahuan tentang kondisi pasar lokal. Pada 12 September 2018, GO-Viet secara resmi diluncurkan di Vietnam. [47][48]
Midtrans adalah salah satu perusahaan penyedia jasa pemprosesan pembayaran secara daring yang telah menjalin kemitraan dengan bank-bank di Indonesia, maskapai penerbangan, retail e-commerce dan perusahaan-perusahaan fintech.[32] Sementara Mapan adalah jaringan layanan keuangan berbasis komunitas yang memungkinkan penggunanya mencicil barang yang mereka ingin beli dalam katalog barang Arisan Mapan.[33][34] Mapan yang telah tersedia di 100 kota tersebut difokuskan oleh GO-JEK untuk mengakselerasi inklusi keuangan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked).[35]
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan.Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun.

Munculnya ojek daring sebagai salah satu transportasi umum juga menuai pro dan kontra dari aspek hukum. Secara tradisional, ojek memang sudah menjadi salah satu pilihan transportasi umum masyarakat di Indonesia meski keberadaannya tidak diakui secara hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), kendaraan roda dua tidak termasuk sebagai sarana transportasi umum.[50] Karena alasan itulah Kementerian Perhubungan yang pada saat itu dijabat Ignasius Jonan sempat melarang beroperasinya ojek daring pada 9 November 2015, meski larangan itu hanya berlaku selama kurang lebih 12 jam.[51]
Sebagai seorang yang sering menggunakan transportasi ojek, Nadiem melihat ternyata sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pengemudi ojek hanyalah sekadar mangkal menunggu penumpang. [7] Padahal, pengemudi ojek akan mendapatkan penghasilan yang lumayan bila banyak penumpang. Selain itu,Ia melihat ketersediaan jenis transportasi ini tidak sebanyak transportasi lainnya sehingga seringkali cukup sulit untuk dicari.[7] Ia menginginkan ojek yang bisa ada setiap saat dibutuhkan. Dari pengalamannya tersebut, Nadiem Makarim melihat adanya peluang untuk membuat sebuah layanan yang dapat menghubungkan penumpang dengan pengemudi ojek. [7]

Selain tidak menggunakan nama merek nya seperti yang dilakukan Uber atau Grab, GO-JEK juga lebih memilih menggandeng tim lokal untuk menjalankan layanannya di luar negeri dan memberi kekuatan penuh untuk menetapkan kebijakan sesuai dengan karakteristik masing-masing negara.[46] Namun, mereka tetap mendapatkan dukungan teknologi, pengetahuan operasional, dan tentu saja pendanaan dari Go-Jek. Sementara itu, kedua perusahaan tersebut berperan memberikan pengetahuan tentang kondisi pasar lokal. Pada 12 September 2018, GO-Viet secara resmi diluncurkan di Vietnam. [47][48]
Midtrans adalah salah satu perusahaan penyedia jasa pemprosesan pembayaran secara daring yang telah menjalin kemitraan dengan bank-bank di Indonesia, maskapai penerbangan, retail e-commerce dan perusahaan-perusahaan fintech.[32] Sementara Mapan adalah jaringan layanan keuangan berbasis komunitas yang memungkinkan penggunanya mencicil barang yang mereka ingin beli dalam katalog barang Arisan Mapan.[33][34] Mapan yang telah tersedia di 100 kota tersebut difokuskan oleh GO-JEK untuk mengakselerasi inklusi keuangan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked).[35]
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan.Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun.

Munculnya ojek daring sebagai salah satu transportasi umum juga menuai pro dan kontra dari aspek hukum. Secara tradisional, ojek memang sudah menjadi salah satu pilihan transportasi umum masyarakat di Indonesia meski keberadaannya tidak diakui secara hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), kendaraan roda dua tidak termasuk sebagai sarana transportasi umum.[50] Karena alasan itulah Kementerian Perhubungan yang pada saat itu dijabat Ignasius Jonan sempat melarang beroperasinya ojek daring pada 9 November 2015, meski larangan itu hanya berlaku selama kurang lebih 12 jam.[51]
Sebagai seorang yang sering menggunakan transportasi ojek, Nadiem melihat ternyata sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pengemudi ojek hanyalah sekadar mangkal menunggu penumpang. [7] Padahal, pengemudi ojek akan mendapatkan penghasilan yang lumayan bila banyak penumpang. Selain itu,Ia melihat ketersediaan jenis transportasi ini tidak sebanyak transportasi lainnya sehingga seringkali cukup sulit untuk dicari.[7] Ia menginginkan ojek yang bisa ada setiap saat dibutuhkan. Dari pengalamannya tersebut, Nadiem Makarim melihat adanya peluang untuk membuat sebuah layanan yang dapat menghubungkan penumpang dengan pengemudi ojek. [7]
0 Response to "gojek"
Post a Comment